Adzan magrib berkumandang, aku bergegas untuk menunaikan kewajibanku
sebagai seorang muslim untuk sholat berjama’ah di masjid. Masjid yang dekat
dengan asramaku adalah Masjid Gandok. Berwudlu dan segera masuk ke ruang utama.
Ku duduk di depan dan diam. Berdzikir menunggu iqomah dikumandangkan. Tidak
lama kemudian, iqomah pun dikumandangkan. Aku berdiri dan melangkah merapatkan
barisan. Merapatkan kakiku dengan kaki orang sebelahku dan merapatkan pundakku dengan
pundak orang sebelahku. Sholat magrib ini dimulai dengan takbiratul ihram dan
diakhir dengan salam.
Setelah sholat magrib, aku tidak bergegas untuk segera keluar. Aku hari ini tidak mempunyai
urusan, dan kuputuskan untuk menunggu waktu sholat Isya di masjid ini dengan
berdzikir dan membaca Al-Qur’an. Bukan hanya aku yang memutuskan untuk menunggu
waktu sholat isya.Tapi ada juga Pak
Suryo, takmir masjid gandok dan beberapa jama’ah lainnya.
Tidak terasa waktu berjalan demikian cepat. Waktu sholat
Isya pun telah tiba. Pak Suryo bangun dari duduknya dan menghampiri mic di
dekat mimbar masjid. Adzan pun dikumandangkan. Setalah adzan, orang-orang
berdatangan ke masjid. Berwudlu, masuk kedalam masjid, sholat tahiyatul masjid
dan setelah itu duduk menunggu dengan hikmat waktu iqomah. 10 menit berlalu,
saatnya iqomah dikumandangkan.
Seperti sholat magrib tadi, sebelum sholat harus rapat
antar kaki dengan kaki orang sebelah. Dan pundak dengan pundak orang sebelah.
Sholat pun di awali dengan takbiratul ihram dan disusul pembacaan surat
al-fatihah oleh sang imam. Tapi tunggu, sepertinya ada yang berbeda dengan
sholat magrib tadi. Perbedaan itu dari pembacaan Al-fatihah. Pada Sholat Isya
ini, pembacaan basmasalah di dzhahirkan (dibaca dengan jelas) tapi sholat magrib
tadi tidak. Aku memikirkannya sepanjang sholat, sehingga sholatku tidak
khusyuk.
Sholat selesai dan salam pun diucapkan imam sebagai
selesainya sholat Isya berjama’ah hari ini. Aku masih bertanya-tanya tentang
perbedaan tadi. Tapi ku perhatikan jamaah lainnya tidak merasa resah seperti
yang aku rasakan. Jama’ah lainnya tengah khusu’ dalam berdzikir setelah sholat.
Aku pun mencoba menghilangkan keresahan perbedaan tadi dengan berdzkir. Tapi
akhirnya aku menyerah. Aku memutuskan kembali ke asrama dan mengerjakan tugas
kuliahku.
Hari demi hari berganti. Dan aku memperhatikan tentang
perbedaan pembacaan alfatihah tiap sholatnya tiap hari. Terkadang di sholat
magrib, basmallah di zhahirkan tetapi Isya tidak. Atau Shubuh dizahirkan kadang
pula tidak. Tergantung siapa ustad yang mengimami sholat. Jika ustad A, maka
basmallah di zhahirkan. Dan aku ketahui ustadz tersebut berormas Nahdatul
Ulama. Namun jika ustadz B, maka basmallah tidak dizahirkan. Dan aku ketahui
ustadz tersebut dari ormas Muhammadiyah.
Hah?! Beda Ormas dalam satu masjid dan bergantian jadi
Imam? Aku belum pernah menemukan seperti ini. Yang aku ketahui dua ormas ini,
anggotanya tidak pernah akur. Saling menyerang dengan dalil dan pema hamannya masing-masing. Ormas satu menyatakan
kalau amalan ormas lainnya bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat. Ormas yang
lainnya balik menyerang kalau ormas ini dianggap telah menghina nabi dan
sahabat-sahabatnya dengan menghancurkan peninggalan-peninggalannya.
Seiring berjalannya waktu, aku pun menyadarinya. Sejuknya
ukhuwah antar ormas islam di Masjid Gandok ini. Perbedaan dalam pemahaman tidak
membuat antar ustad masjid ini berselisih rebutan jama’ah dan rebutan masjid.
Perbedaan pemahaman yang sama-sama didasari dalil yang jelas ini menjadi sebuah
hikmah untuk tetap dalam satu ukhuwah.
By : Ali Ruslan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar