Kamis, 30 Juli 2015

Sejuknya Ukhuwah Antar Ormas Islam di Masjid Gandok



   Adzan magrib berkumandang, aku bergegas untuk menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim untuk sholat berjama’ah di masjid. Masjid yang dekat dengan asramaku adalah Masjid Gandok. Berwudlu dan segera masuk ke ruang utama. Ku duduk di depan dan diam. Berdzikir menunggu iqomah dikumandangkan. Tidak lama kemudian, iqomah pun dikumandangkan. Aku berdiri dan melangkah merapatkan barisan. Merapatkan kakiku dengan kaki orang sebelahku dan merapatkan pundakku dengan pundak orang sebelahku. Sholat magrib ini dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhir dengan salam.
   Setelah sholat magrib, aku tidak bergegas untuk  segera keluar. Aku hari ini tidak mempunyai urusan, dan kuputuskan untuk menunggu waktu sholat Isya di masjid ini dengan berdzikir dan membaca Al-Qur’an. Bukan hanya aku yang memutuskan untuk menunggu waktu sholat isya.Tapi  ada juga Pak Suryo, takmir masjid gandok dan beberapa jama’ah lainnya.
   Tidak terasa waktu berjalan demikian cepat. Waktu sholat Isya pun telah tiba. Pak Suryo bangun dari duduknya dan menghampiri mic di dekat mimbar masjid. Adzan pun dikumandangkan. Setalah adzan, orang-orang berdatangan ke masjid. Berwudlu, masuk kedalam masjid, sholat tahiyatul masjid dan setelah itu duduk menunggu dengan hikmat waktu iqomah. 10 menit berlalu, saatnya iqomah dikumandangkan.


   Seperti sholat magrib tadi, sebelum sholat harus rapat antar kaki dengan kaki orang sebelah. Dan pundak dengan pundak orang sebelah. Sholat pun di awali dengan takbiratul ihram dan disusul pembacaan surat al-fatihah oleh sang imam. Tapi tunggu, sepertinya ada yang berbeda dengan sholat magrib tadi. Perbedaan itu dari pembacaan Al-fatihah. Pada Sholat Isya ini, pembacaan basmasalah di dzhahirkan (dibaca dengan jelas) tapi sholat magrib tadi tidak. Aku memikirkannya sepanjang sholat, sehingga sholatku tidak khusyuk.
   Sholat selesai dan salam pun diucapkan imam sebagai selesainya sholat Isya berjama’ah hari ini. Aku masih bertanya-tanya tentang perbedaan tadi. Tapi ku perhatikan jamaah lainnya tidak merasa resah seperti yang aku rasakan. Jama’ah lainnya tengah khusu’ dalam berdzikir setelah sholat. Aku pun mencoba menghilangkan keresahan perbedaan tadi dengan berdzkir. Tapi akhirnya aku menyerah. Aku memutuskan kembali ke asrama dan mengerjakan tugas kuliahku.
   Hari demi hari berganti. Dan aku memperhatikan tentang perbedaan pembacaan alfatihah tiap sholatnya tiap hari. Terkadang di sholat magrib, basmallah di zhahirkan tetapi Isya tidak. Atau Shubuh dizahirkan kadang pula tidak. Tergantung siapa ustad yang mengimami sholat. Jika ustad A, maka basmallah di zhahirkan. Dan aku ketahui ustadz tersebut berormas Nahdatul Ulama. Namun jika ustadz B, maka basmallah tidak dizahirkan. Dan aku ketahui ustadz tersebut dari ormas Muhammadiyah.
   Hah?! Beda Ormas dalam satu masjid dan bergantian jadi Imam? Aku belum pernah menemukan seperti ini. Yang aku ketahui dua ormas ini, anggotanya tidak pernah akur. Saling menyerang dengan dalil dan pema hamannya masing-masing. Ormas satu menyatakan kalau amalan ormas lainnya bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat. Ormas yang lainnya balik menyerang kalau ormas ini dianggap telah menghina nabi dan sahabat-sahabatnya dengan menghancurkan peninggalan-peninggalannya.
   Seiring berjalannya waktu, aku pun menyadarinya. Sejuknya ukhuwah antar ormas islam di Masjid Gandok ini. Perbedaan dalam pemahaman tidak membuat antar ustad masjid ini berselisih rebutan jama’ah dan rebutan masjid. Perbedaan pemahaman yang sama-sama didasari dalil yang jelas ini menjadi sebuah hikmah untuk tetap dalam satu ukhuwah.


By : Ali Ruslan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar